AMP Minta PT Nabire Baru "Angkat Kaki" dan Tarik Militer dari Tanah Papua |
|
|
|
Written by Punik Castro
|
Wednesday, 28 January 2015 12:54 |

Pembabatan hutan di Nabire untuk perkebunan Kelapa Sawit di Nabire oleh PT Nabire Baru. Foto: mongabay.co.id.
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta mengutuk tindakan perusahan kelapa sawit yang menggunakan jasa aparat keamanan untuk melindungi diri dari masyarakat pemilik hak ulayat di Kampung Sima, Nabire, Papua yang menghendaki PT Nabire Baru "angkat kaki" dari tanah mereka.
Perusahan kelapa sawit PT. Nabire Baru, menurut AMP, beroperasi di Nabire tanpa mendapatkan persetujuan dari mayoritas masyarakat adat suku besar Yerisiam dan beberapa suku lain sebagai pemilik hak ulayat.
"Tanpa dasar hukum yang jelas PT. Nabire Baru masuk dan beroperasi, kepala suku setempat telah tolak kehadiran perusahan, apalagi menggunakan jasa aparat keamanan," tulis AMP melalui pernyataan tertulis diberitakan majalahselangkah.com, Selasa, (27/1/15),
AMP menilai, sejak aneksasi tanah Papua yang sebelumnya menentukan nasib sendiri (1 Desember 1961), militer di tanah Papua menjadi ketakutan tersendiri di hati setiap warga asli Papua.
|
Last Updated on Wednesday, 28 January 2015 12:59 |
Read more...
|
Pejabat dan Tokoh Papua Tolak Pembanggunan Smelter di Gresik |
|
|
|
Written by Telius Yikwa
|
Sunday, 25 January 2015 12:31 |

Tempat operasi PT FI di Papua. ft lst
Jakarta, Jubi – Pejabat dan tokoh masyarakat Papua menolak keras rencana pembangunan smelter hasil pertambangan di Papua dibangun di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Penolakan tersebut disampaikan antara lain oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Ketua DPR Papua, dan anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua Tony Wardoyo, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (23/1).
Gubernur Papua Lukas Enembe menjelaskan hasil kekayaan alam di Papua seharusnya diolah di Papua juga, bukannya di daerah lain. Selama ini, kata dia, rakyat Papua hidup miskin karena hasil pertambangan dari PT Freeport Indonesia diolah diluar negeri yakni Amerika Serikat. “Saat ini PT Freeport akan membangun smelter untuk pengolahan hasil pertambangan di Papua, di Gresik Jawa Timur, karena itu kami menolaknya,” katanya.
|
Last Updated on Sunday, 25 January 2015 12:40 |
Read more...
|
|
Mana Tanggung Jawab Negara Untuk Kasus Penembakan Empat Siswa di Paniai? |
|
|
|
Written by Punik Castro
|
Wednesday, 28 January 2015 12:42 |

Selonsong peluru tajam yang didapatkan warga di sekitar area penembakan terjadi (IST)
Jayapura, Jubi – Minggu, 7 Desember 2014, empat siswa tewas oleh peluru yang diduga ditembakan oleh aparat keamanan dalam satu peristiwa di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Paniai. Hingga saat ini, negara belum melakukan tindakan nyata untuk mengusut siapa pelaku penembakan empat siswa ini.
Tim investigasi Komnas HAM dalam laporannya menduga bahwa korban mendapatkan tembakan dari arah bandara, dimana terdapat satuan Paskhas yang menjaga wilayah bandara Enarotali. Dugaan ini diperkuat dengan hasil visum dokter RSUD Paniai yang menyebutkan bahwa Yulian Yeimo mendapatkan luka tembak pada bagian perut tembus pantat, hal ini menunjukkan bahwa arah tembakan vertikal tidak horizontal.
Komnas HAM juga telah membuat kesimpulan sementara bentuk-bentuk perbuatan (type of acts) pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam Peristiwa Kekerasan di Kab. Paniai Prov.Papua, adalah sebagai berikut :
a. Hak untuk Hidup. Sesuai dengan data yang ada, sekurang-kurangnya terdapat 4 (empat) orang tewas dalam peristiwa tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights), sebagaimana dijamin di dalam Pasal 28 A jo Pasal 28 I UUD 1945, Pasal 4 jo Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik.
|
Last Updated on Wednesday, 28 January 2015 12:53 |
Read more...
|
Brasil dan Belanda Tarik Dubes Dari Indonesia Usai Warganya Dieksekusi Mati |
|
|
|
Written by Telius Yikwa
|
Sunday, 18 January 2015 06:01 |

Ilustrasi terpidana mati
Jakarta , - Pemerintah Indonesia telah mengeksekusi mati 6 terpidana kasus narkoba. Salah satu terpidana mati tersebut adalah Marco Archer Cardoso Moreira, warga negara Brasil. Moreira ditangkap pada 2003 lalu setelah polisi di bandara Cengkareng menenemukan 13,4 kg kokain yang disembunyikan di dalam peralatan olahraga. Presiden Brasil Dilma Rousseff, menilai eksekusi hukuman mati terhadap salah satu warga negaranya di Indonesia karena kasus narkoba merupakan bentuk kekejaman. Dia juga mengatakan Moreira merupakan warga negara Brasil pertama yang dieksekusi mati di luar negeri dan memperingatkan hukuman itu akan 'merusak' hubungan dengan Indonesia.
|
Last Updated on Sunday, 18 January 2015 06:05 |
Read more...
|
|